tag:

11 February 2010

Menelepon sambil Berkendara, Berbahaya?

Judul itu bukan untuk mempertanyakan, tapi saya pilih untuk memancing keterbukaan pemikiran saja. Tulisan ini mungkin lebih tepat saya kategorikan sebagai curhat pribadi saya mengenai menelepon sambil berkendara, khususnya menelepon sambil mengendarai mobil.

Urusan mengendarai mobil, saya termasuk terlambat. Kalo ngga salah hitung baru 2 kali lebaran ini saya aktif mengendarai mobil, sekalipun sudah sejak kelas 2 esema (1992) saya sudah memiliki SIM. Dan dalam kurun waktu nyaris 15 tahun itu saya banyak memperhatikan gaya berkendara dari beberapa orang yang secara rutin saya ikuti (baca: tebengin) di antara kurun waktu itu. Dan yang paling nyaman adalah masa di mana ponsel masih belum memasyarakat, tidak seperti dalam 5 tahun belakangan ini.

Iya tuh, sejak ponsel memasyarakat, kebiasaan berkendara di jalan raya menjadi semakin kacau. Tapi sebenernya kalo melihat pengalaman saya sendiri, ngga perlu kita melihat kekacauan itu di jalanan. Itu terlalu ‘jauh’. Saya mengalami kekacauan itu dari dalam mobil yang saya tumpangi.

Selama saya belum mahir dan aktif berkendara mobil, rekan saya, si pemilik mobil, sejak awal adalah orang yang paling aktif menggunakan ponselnya di manapun dan kapanpun, termasuk pada saat berkendara. Dalam 5 tahun terakhir saja ponselnya menjadi 3 unit yang aktif semua! Dan sayangnya beliau tidak terlalu aware dengan kemajuan teknologi pendukung bertelepon yang namanya handsfree. Dan satu lagi, beliau juga gaptek dengan inovasi jaringan ponsel yang disebut divert call. Bisa anda bayangkan ketiga unit ponsel milik beliau aktif dalam waktu yang bersamaan dan ketiganya memanggil (calling)! Memang tidak semua panggilan itu beliau terima, jelas tidak mungkin. Tapi coba anda bayangkan lagi gimana beliau dengan aktifnya menjawab panggilan dari ponsel yang satu dan membalas pesan singkat (sms) di ponsel lainnya, sementara ponsel satunya lagi berdering-dering minta dijawab juga!

Mungkin di Jakarta pada rush hour (pagi dan sore) lalu lintasnya padat dan memungkinkan sekali untuk menjawab panggilan telepon di antaranya. Tapi kemacetan di jalan raya kan tidak selamanya berhenti total yang memungkinkan kita fokus untuk menjawab panggilan telepon. Pastinya di antara kemacetan itu ada kemungkinan kendaraan bergerak sedikit demi sedikit. Tentunya fokus berkendara menjadi terpecah saat menerima telepon.

Dan ternyata aktivitas tinggi beliau dalam bertelepon tidak melihat kondisi lalu lintas padat saja. Dalam berkendara di jalanan yang lancar pun beliau memaksa diri untuk tetap bisa bertelepon, bahkan tidak jarang juga membalas sms.

Tidak perlu dilihat dari luar untuk menilai ‘kekacauan’ yang dilakukan beliau dalam berkendara (sekalipun saya akui beliau amat sangat mahir dalam mengendarai mobil), saya yang hampir setiap hari, pagi dan sore bersama beliau merasakan ketidaknyamanan yang sangat. Tidak perlu sampai kondisi beliau mulai kehilangan fokusnya dalam berkendara, cukup dengan melihat beliau aktif menjawab semua panggilan ponsel dan membalas sms saja sudah bikin saya nyaris mual dan mulai muak.

Kalo dibilang bertelepon sambil berkendara bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain, menurut pengalaman saya hal itu tidak semata-mata membahayakan secara fisik saja tapi juga mengganggu kondisi psikologis, khususnya mengganggu kondisi psikologis saya.

Selain aktivitas bertelepon yang mengganggu, saya juga merasa bahwa penelepon yang berlama-lama menelepon beliau di sepanjang perjalanan berkendara adalah manusia hidup yang tidak beretika! Mohon maaf, sekalipun saya juga kenal dengan orang yang menelepon itu adalah orang yang sehari-harinya saleh, ternyata dia itu tidak cukup mengerti etika dalam berkomunikasi, khususnya dalam komunikasi bertelepon.

Sekalipun mungkin sekali dia berlogika bahwa yang ditelepon itu harusnya memanfaatkan teknologi handsfree, tapi menurut logika dan pengalaman saya penggunaan handsfree hanya sedikit mengurangi pecahnya fokus dalam berkendara. Dan parahnya, dia itu malah membahas sesuatu atau bahkan curhat via telepon di sepanjang perjalanan dalam kemacetan itu (kali ini saya yang tidak beretika karena mencuri dengar percakapan orang lain). Saya juga terganggu dengan hal ini. Apakah tidak bisa menunggu waktu yang lebih pas setelah orang yang dituju sudah tiba di tempat supaya bisa leluasa melakukan pembahasan? Bisa kan untuk lebih punya etika dengan segera memutus percakapan begitu tahu orang yang dituju sedang berkendara?! Kalo di tempat tujuan kuatir malah jadi tidak leluasa membahas, itu lain lagi persoalannya.

Di negara-negara lain sudah banyak dibuatkan dan diterapkan aturan dengan sanksi keras untuk yang bertelepon sambil berkendara, bahkan di beberapa negara ada yang menerapkan larangan bertelepon sambil berkendara sekalipun sudah menggunakan handsfree! Di Indonesia, aturan bertelepon sambil berkendara baru saja mulai disosialisasikan. Tapi sebagaimana sudah menjadi ‘budaya’ dan ‘ciri khas’ masyarakat Indonesia (termasuk golongan elit dan pejabatnya) aturan yang berlaku hanya sebagai aturan saja selama kebiasaan, kelakuan bodoh dan merusaknya tidak diubah mulai dengan kesadaran masing-masing individunya.

1 comment:

Anonymous said...

hanya satu pilihan: sanksi keras!
di surabaya katanya udah jalan, dan orang2 pada takut nelpon sambil berkendaraan, termasuk para pengemudi mobil, apalagi motor.
sanksinya 750rb. lumayan kan