tag:

13 November 2010

MADAME X: Sebagai Produk Peradaban Sesuai Zamannya

madame-x

Judul:
Madame X

Sutradara: Lucky Kuswandi
Produser: Nia Dinata
Skenario: Khalid Kashogi, Agasya Karim
Penata Musik: Aghi Narottama, Bemby Gusti, Ramondo Gascaro
Penata Suara: Khikmawan Santosa
Penata Gambar: Roni Arnold
Penata Artistik: Eros Eflin
Penata Kostum: Tania Soeprapto, Isabelle Patrice
Penata Rias: Yoga Septa
Penata Tari: Rusdi Rukmarata
Penata Laga: Petruska Karangan
Efek Khusus Grafis Komputer: Harris Reggy

Para Pemeran:
Aming, Robby Tumewu, Vincent Rompies, Fitri Tropika, Ria Irawan, Joko Anwar, Saira Jihan, Marcel Siahaan, Titi DJ, Shanty, Sarah Sechan

Sinopsis:
Ketika Ibukota di sebuah negeri antah berantah terancam oleh kemunculan Kanjeng Badai dan partai politiknya yang militant dan homophobia, keselamatan negeri ini bergantung pada Adam, seorang penata rambut yang kemayu. Dengan kekuatan tas make-up dan peralatan dandan, juga perpaduan seksi antara seni bela diri dan gerak tari, adam haru mengalahkan Kanjeng Badai dan istri-istrinya dengan gemulai sebelum Kanjeng Badai memenangkan Pemilu. Akankah sepatu berhak tingginya berubah menjadi pantofel, riasan glitter-nya menjadi debu, atau celana kulitnya jadi celana kain? Ketika semua menjadi samara, hanya satu yang pasti: Adam harus memenuhi takdirnya sebagai seorang super hero Madame X, super hero pembela kaum minoritas.


madame-x tiket


Catatan:
Dari yang gue tau, kebudayaan adalah produk dari sebuah peradaban. Sebagaimana film yang juga adalah bentuk/ produk dari sebuah kebudayaan, maka sebuah film biasanya mencerminkan sebuah peradaban sesuai zamannya.

Sebagai contoh adalah film Madame X ini, gue melihat film ini adalah potret atau cerminan peradaban di Indonesia pada saat ini. Dengan cara penuturan komikal, film ini memuat banyak sekali potret sosial yang aktual.

'Gambar besar' dari film ini adalah tentang diskriminasi dan perlawanan terhadap diskriminasi. Yang paling utama adalah potret tentang diskriminasi atas perbedaan orientasi seksual. Dari mereka yang orientasi seksualnya didiskriminasikan dan dipinggirkan malah lahir super hero yang memiliki jurus pamungkas yang didasari dari tari tradisional.

Bagi penonton yang rajin mengikuti perkembangan berita-berita aktual dalam negeri, mestinya mampu menyerap semua satire yang disajikan dalam film ini. Dan bagi yang jeli pasti sadar sekali bahwa film ini tidak hanya sebuah komik satire tetapi juga merupakan suguhan satire yang padat sekali. Hampir setiap adegan adalah sebuah parodi dan sindiran dari kondisi aktual di Indonesia, termasuk tarian dan visualisasi menarikannya. Sindirian dalam film ini tak hanya dalam dialog tetapi juga disampaikan melalui visual.

Dengan cukup cerdas si penyusun cerita menggelar semua parodi dan sindiran menjadi suguhan komedi yang mengocok perut, bukan saja karena kelucuannya saja, tetapi juga karena sindirian-sindirannya. Dari film ini pula kita bisa mendapatkan gambaran apabila seorang transgender nantinya menjadi angel setelah meninggal dunia.

Bagi sebagian penonton bisa saja bakal terbengong-bengong dengan banyaknya dialog yang menggunakan bahasa gaul transgender Jakarta tingkat tinggi. Tapi hanya menyaksikannya begitu saja, tanpa memusingkan bahasa gaulnya dan satire yang disuguhkan,, film ini tetap bisa menghibur yang selain karena lucu juga karena adegan-adegan pertarungan super yang sudah tidak lagi muncul di layar lebar bioskop Indonesia mutakhir.

Mungkin bagi mereka yang termasuk golongan agamis puritan bakalan ‘gatal-gatal’ sepanjang menyaksikan film ini. Tapi inilah potret dari jaman kita sekarang, manusia yang diberikan kehendak bebas oleh Tuhan namun dikekang oleh sesamanya sendiri. Menurut gue boleh saja kita tidak setuju dengan pilihan dan orientasi mereka, tapi bagaimana pun mereka juga punya hak hidup yang sama dengan semua manusia.

No comments: